Yang Tersisihkan: Para Nabi Perempuan

(Gambar dari: http://www.avona.org/)
(Gambar dari: http://www.avona.org/)

Dalam panggung sejarah, perempuan adalah bayang-bayang. Hanya kelebatan wujud samar yang nyaris luput dari ingatan dunia, seperti tembang para ibu saat menidurkan anaknya yang terdengar lamat-lamat di alam setengah mimpi. Lelaki lah yang mendirikan dan menghancurkan kerajaan. Yang membangun kota-kota dan membakarnya. Juga yang menentukan segala norma kebenaran tak terbantahkan.

Dalam dunia para lelaki ini lah — dunia yang hanya mencatat nama para ayah dan kakek hingga berpuluh generasi ke atas sambil melupakan nama ibu dan nenek mereka — agama-agama kemudian lahir dan berkembang. Termasuk Islam. Tak dapat dihindari, Islam pun turut terbelit dalam budaya patriarki yang telah melingkupi sistem sosial di sekelilingnya. Ia menjadi sangat maskulin, menyisihkan perempuan dari arena-arena utama keagamaan, baik secara ritual maupun konseptual. Salah satu arena paling utama dalam agama yang menyingkirkan perempuan ialah arena kenabian.

Meski pun Al-Qur’an telah menceritakan kisah-kisah perempuan saleh yang menerima wahyu, mayoritas ulama menolak untuk mengakui kenabian mereka dengan alasan yang begitu sederhana, yaitu bahwa mereka bukan laki-laki. Cara berpikir ini sangat bisa dimaklumi dalam kerangka patriarkis yang sulit membayangkan perempuan berada di posisi tinggi. Namun ini tak menghalangi sebagian ulama di masa silam untuk tetap mengakui kenabian para perempuan dalam Al-Qur’an. Di antara para ulama itu ialah Abu Abdullah Al-Qurthubi, Abu Hasan Al-Asy’ari, dan Ibnu Hazm.

Dalam Kitab Fathul Bari, Imam Qurthubi mengakui Maryam ibunda Nabi Isa sebagai seorang nabiah (nabi perempuan) karena telah menerima wahyu. Sementara itu, Imam Asy’ari menyebutkan deretan nama nabi perempuan di antaranya Hawa, Sarah, ibunda Musa (Yokhebed), Hajar, Asiah, dan Maryam. Ibnu Hazm menguatkan pendapat tentang nabi-nabi perempuan ini, yang menegaskan bahwa Allah memberi ruang yang sama bagi laki-laki dan perempuan untuk mencapai derajat kemuliaan.

(Gambar dari: http://tabletmag.com/)
(Gambar dari: http://tabletmag.com/)

Hilangnya nabi-nabi perempuan dalam Islam merupakan sebuah musibah tersendiri, mengingat Islam merupakan yang terakhir di antara tiga serangkai agama Ibrahim lainnya yaitu Yahudi dan Nasrani. Sementara kisah-kisah Yahudi dan Nasrani sendiri ramai dengan tokoh nabi perempuan. Nama-nama seperti Deborah, Ester, Miriam, Huldah, dan Hannah adalah di antara nabi-nabi perempuan yang diakui dalam Kitab Perjanjian Lama.

Menjadi tugas bagi para orangtua dan pendidik Muslim di sekolah dan madrasah untuk memperkenalkan kembali nabi-nabi perempuan yang sekian lama ini disisihkan. Pengenalan ini merupakan bagian penting dari reformasi untuk memulihkan peran perempuan dalam Islam. Kita ajarkan pada putra-putri kita bahwa nabi-nabi Allah terdiri dari laki-laki dan perempuan. Bahwa kita semua sama di hadapan Allah, dengan hak dan tanggung jawab yang sama.

Sumber : https://islamreformis.wordpress.com/2015/01/22/yang-tersisihkan-para-nabi-perempuan/

Komentar

Postingan Populer